Senin, 20 Desember 2010

warung makan padang

Antok dan Risa adalah pasangan baru. Mereka berpacaran baru-baru ini. Di tengah hangatnya cerita, mereka disibukkan oleh kesibukan masing-masing sehingga jarang bertemu. Sebelumnya Antok sering menjemput Risa di rumahnya untuk makan bersama di luar. Tapi kesibukan sudah mulai mengurangi waktu mereka bertemu. Karena sudah ingin bertemu, Risa mengajak Antok untuk bertemu di suatu sore, setelah pekerjaan mereka sama-sama selesai melalui pesan singkat telepon selular. Akhirnya diambil keputusan untuk makan di warung makan padang yang dahulu pernah mereka singgahi sebelum pacaran. Mereka berjanji untuk bertemu di tempat yang sama.

Antok sudah datang di warung makan padang yang paling enak dan mahal di daerahnya. Dia dulu pernah mengajak Risa datang ke sini ketika awal mereka saling mengenal. Dia berpikir datang ke warung itu untuk memberikan yang terbaik yang diinginkan Risa.Lama menunggu, suara Adzan Maghrib terdengar dari masjid terdekat. Antok masih menunggu Risa datang. Ia enggan mengirimkan pesan singkat untuk Risa, kalau-kalau Risa masih sibuk dengan pekerjaannya.Sampai pukul 19.00 Risa tak datang. Antok memesan menu kesukaan Risa dan membungkusnya. Lalu pulang.

Di lain tempat,

Risa sudah datang di warung makan padang yang paling murah namun enak di daerahnya. Dia dulu pernah diajak Antok datang ke sini ketika awal mereka saling mengenal. Dia berpikir datang ke warung itu karena dia tau Antok orang yang sederhana. Lama menunggu, suara Adzan Maghrib terdengar dari masjid terdekat. Risa masih menunggu Antok datang. Ia enggan mengirimkan pesan singkat untuk Antok, kalau-kalau Antok masih sibuk dengan pekerjaannya. Sampai pukul 19.00 Antok tak datang. Risa memesan menu kesukaan Antok dan membungkusnya. Lalu pulang.

Kedua masih bertanya-tanya dalam hati. Antok masih khawatir dengan Risa yang tak datang. Risa berlaku juga sama. Sampai pukul 21.00, Antok gantian yang mengajak Risa untuk bertemu melalui pesan singkat telepon selular. Risa membalas pesan singkat itu, menyuruh Antok untuk datang menemani menjaga rumah karena orang tua Risa menjenguk keluarga yang sakit.

Antok datang membawa menu kesukaan Risa yang tadi ia beli di warung mahal. Di rumah, Risa menyiapkan menu kesukaan Antok yang tadi ia beli di warung murah. Sesampainya di rumah Risa, Antok dan Risa saling bercerita perihal menunggu tadi sore.

Dalam waktu-waktu akhir menjelang jam malam, mereka mencampur menu kesukaan masing-masing tadi. Memakannya bersama. Rasanya sama, karena dibeli dengan saling mengerti.

Jumat, 10 Desember 2010

Membuang waktu itu perlu

saya meluangkan waktu saya untuk menikmati, upil saya besar dan asin.


Mungkin ngupil bakal jadi satu kegiatan paling spektakuler dan paling memicu adrenalin di dunia. Bukan, ini bukan bercanda. Kalo kamu punya pikiran ngupil itu ga penting buat hidupmu, buang dulu jauh-jauh pikiranmu. Aku akan membawa otakmu masuk ke celah hidung yang lebih dalam, bersiaplah.

Kamu ga bakal bisa bohong kalo kita sebagai manusia hidup dari oksigen yang kita hirup tiap kali bahkan tanpa kita sadari. Jumlah oksigen -sejauh yang aku tau dari buku IPA SD- prosentasenya 20% dari banyaknya jenis udara yang ada di bumi. Dikit banget kalo dibandingin sama jumlah manusia di bumi yang berjuta-juta, ditambah banyak orang yang tiap hari kawin dan akibatnya banyak bayi baru lahir tiap harinya. Tiap hari jumlah manusia bertambah dan prosentase oksigen masih sama tiap harinya. Otomatis persaingan umat manusia dalam berebut oksigen tiap kali sedotan bakal semakin sengit, apalagi kalo kamu lagi boker di wc, ruangan sempit sementara kamu butuh tarik napas tiap detik buat buang muatan dari perutmu. Kita sebagai manusia tiap detik harus berkompetisi buat dapetin barang gratis yang terbatas itu.

Pernah bayangin kan kalo orang kehabisan oksigen bakal mati dan kebanyakan dari kamu semua takut buat mati dengan berbagai macam alasan. Nah, sampai pada titik ini ngupil bakal jadi penting banget di hidupmu. Bayangin aja kalo kamu ga pernah ngupil, trus hidungmu tiap hari boker ngeluarin upilnya. Lama-lama hidungmu bakal penuh sama upil dan akibatnya lubang hidungmu menyempit. Kalo udah gitu bakal susah untuk bernafas dan kamu kalah di persaingan berebut oksigen. Kamu bisa mati. Sumpah.

Ngupil juga kayaknya hampir jadi kegiatan yang menjijikkan menurut orang-orang terhormat. Dengan alasan tabu atau tidak sopan atau apapun itu, orang banyak malu-malu buat ngupil. Ini bahaya banget buat orang super sibuk yang hampir tiap jam ketemu sama orang-orang terhormat untuk urusan penting. Dia bakal kehilangan waktu buat membersihkan upil di hidungnya yang makin lama makin buat lubang hidungnya sempit. Aku bisa bayangin repotnya orang-orang kalo harus pamit di sebuah pertemuan penting untuk ke wc trus ngupil, trus balik lagi ke tempatnya seolah-olah ga terjadi apa-apa. Butuh keberanian besar untuk ngupil.

Di jaman yang makin hari makin tambah sibuk ini, kayaknya orang udah semakin ga peduli sama upilnya sendiri. Jari-jari udah dipaksa untuk terus bekerja, entah ngetik tugas, BBM-an, SMS-an. Semua menyita waktu kita untuk terus menyibukkan jari-jemari. Apa mungkin bakal ada ilmuwan yang memutar otaknya buat bikin alat ngupil otomatis tenaga surya? Kita tinggal duduk –sambil SMS-an- sementara di hidung kita dimasukin gagang yang muter-muter sendiri plus ada getaran dari dinamo di dalam alatnya yang terus bergerak. Bakal geli banget kalo dibandingin pake jari kita sendiri. Keuntungan lebihnya ada, lubang hidung kita bisa tambah besar dan kita bisa memenangkan kompetisi perebutan oksigen dunia! Kalo alatnya lebih canggih lagi, upil yang udah terambil bisa langsung diolah jadi pupuk kompos, lumayan.

Ngupil, hal simpel yang kadang saya sendiri melupakan maknanya. kita terlalu sibuk merepotkan diri sendiri, sampai lupa kalo sederhana pun bisa berguna.

Cheers

Kamis, 09 Desember 2010

Dunia Maya, Dunia Kita

pisuhan adalah gombalan paling jujur (antonius vito adriono)

Tidak pernah ada dalam pikiran saya, ada wanita di jaman sekarang yang bisa menerima saya apa adanya, dengan apa yang saya punya. Wajah saya tidak menjual, motor saya pun cukup usang untuk dibilang baik. Tapi ternyata ada juga gadis kecil yang bisa menerima saya seadanya saya. :D

Dengan kata-kata, ya kami mulai berbicara dengan kata-kata. Tidak lisan, bahasa kami bahasa tulis. Kami tidak bertatap mata. Entah apa yang ada di kepala kami masing-masing kala itu. Tapi kami percaya, satu sama lain percaya. Sampai sop kaki kambing menyatukan kami setelah hujan di awal Desember.

Ini adalah bagian dari pencapaian proses "menikmati". Menikmati saat saya harus menunggu, menikmati dipandang sebelah mata, menikmati waktu-waktu sebelum terang datang, menikmati kata-katanya "kalau ini mimpi, aku tak mau bangun."

Terima kasih babi betina,
--------------------------------------------------------
iseng-iseng saya bikin lagu buat babi betina saya..aha!



When you say "yes",                                                 Would you be mine
After I say "i love you"                                              Forever and ever
You be my girl                                                            We know each other
And i'll treat you like princess.                                  So let's we start together. 

*Thanks to Yahoo Messenger
  Thanks to Facebook
  Thanks to Twitter
  Thanks to you... 

-saya tidak peduli grammarnya benar apa salah, suaranya juga jelek, gitarnya juga salah-salah, namanya juga iseng.
--------------------------------------------------------
babi, anjing, codot, cebol, cungkring, asu, dan semua makian dan ejekan yang kita tuliskan,
I'll treat you like a princess, dear.

"kita bisa membohongi orang lain,
tapi tidak dengan perasaan kita sendiri."
(azwar anas)

Sabtu, 04 Desember 2010

#7

Saat kita bernyanyi di atas tribun, saat kita berjingkrak pula, sebenarnya kita tau bahwa kita berhadapan dengan kelelahan. Tapi itulah cara kita menjawab kenikmatan dalam kesetiaan.

Sudah sering saya singgung sebelumnya, menjadi supporter yang utama bagi saya adalah perkara tidak berhenti bernyanyi. Bernyanyi 2 x 45 menit saja bagi saya sendiri sudah sangat menyita tenaga. Belum lagi ditambah ekspresi berjingkrak di atas tribun seperti kesetanan, tentu saja tenaga sungguh tersedot dan membuat kaki ini serasa mau copot. Kelelahan ini belum lagi ditambah dengan sesaknya nafas ketika mulai dinyalakannya flare dan bom asap sebagai bentuk perayaan betapa sakralnya pertandingan tim yang kita cintai. Ada perasaan ingin duduk dan menikmati pertandingan, namun perasaan itu selalu terbunuh begitu saja.

Nyanyian-nyanyian, gerakan tak berpola dan seenaknya, aksi bakar-bakaran ini selalu menimbulkan pertanyaan bagi orang di luar dunia supporter. Seringkali muncul kalimat, "Kenapa sih kalian gila gitu?" atau "Ga bisa ya biasa aja nonton bola?" atau lagi "Udah wajar kok, supporter kan emang norak, kampungan." Pertanyaan-pertanyaan seputar ketidaktauan itu tentu saja selalu ditanggapi dingin oleh supporter. Bagi yang hanya melihat, pasti tidak bisa tau dan tidak bisa merasakan bagaimana supporter itu berperilaku. Saya sendiri sebagai supporter kadang sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Bagi saya, saya tidak begitu peduli dengan omongan apapun tentang supporter, ya beginilah kami. Kami adalah bagian dari subkultur, yang memang keluar dari pakem-pakem sosial. Semua yang kami lakukan ini adalah jawaban kami atas kenikmatan kami mendukung tim, atas kesetiaan kami dalam mengawal tim kami bertanding.

di bawah pohon, di atas batu, di antara waktu

tancap dalam betul bak pasak,
"aku ingin mati saja."bahkan pohon pun jadi tak sudi
kau berteduh di bawahnya saat tau ucapmu.
lalu kamu maju selangkah
duduk di atas batu,
sampai seekor babi betina datang padamu.
ia katakan yang lebih tancap dalam padamu,
"masihkah kita punya waktu?"