Kamis, 27 Januari 2011

#10

Pemain lawan : "pak, penalty pak.."
Wasit: "iya-iya..tunggu.."
(cuplikan dialog pertandingan tandang)

Seorang pemain tim datang ke markas kami, markas suporter usai pertandingan tandang. Ini adalah lawatannya yang pertama. Apresiasi ini kami dapat karena apresiasi kami juga terhadap striker ini, karena ketajaman dan kedekatannya pada suporter. Kami memujanya bak dewa, kami nyanyikan lagu pujian di lapangan. Kedatangan ini adalah bentuk penghargaan terhadap kami sendiri selain dari kemenangan di pertandingan.

Cerita bergulir seperti obrolan layaknya teman, terasa dekat. Sampai dia membeberkan obrolan antara pemain tim lawan dengan wasit saat pertandingan tandang kemarin. Salah satu dewa yang kami puja ini mendengar sendiri pemain lawan berbisik pada wasit. Posisi di kandang lawan, skor 1-1. Sudah sangat baik untuk pertandingan tandang. Pemain lawan menekan terus di kotak penalty, menginginkan tendangan 12 pas. Akhirnay tidak terjadi yang kami takutkan itu, namun gol tercipta dengan jelas-jelas posisi offside pada waktu injury time sudah melebihi batas.

Biasa memang. Sungguh biasa. Kami tidak kecewa. Kami tetap bangga pada tim kami yang dengan gigih mampu melawan tim musuh 90 menit tanpa lelah. Kami sadar, kami ada di dalam lingkaran manipulasi federasi. Pengaturan kemenangan yang sangat memuakkan. Muncul pula wacana, jika kami mendukung tim yang bernanung di bawah federasi yang busuk, maka kami ikut mendukung federasi yang busuk itu. Kebimbangan, di satu sisi kami menolak federasi yang gagal menyuguhkan sepakbola sehat, di satu sisi kami tidak bisa lepas mendukung tim yang kami banggakan.
Wacana kebingungan malang melintang di markas suporter, bagaimana harus bertindak. Apakah tetap mendukung tim di bawah federasi kotor, atau berhenti dan merelakan kecintaan. Sampai seorang teman yang pendiam angkat bicara. Tidak peduli apakah federasi ikut terdukung ketika kita mendukung tim yang kita cintai. Kita tetap mendukung tim dengan keadaan apapun. Kecintaan tidak pernah bisa dibendung. Dan tidak pernah butuh alasan, cinta tetap cinta.
tetap bernyanyi dan berdiri,
kemenangan berpihak pada jiwa yang berani

Minggu, 16 Januari 2011

#9

Selama ada niat, bagaimanapun caranya kamu akan datang ke stadion (Aditio Chrisnugroho)

Awal tahun benar-benar menjadi hidup yang sibuk. Bukan karena jadwal ujian yang tertunda, tapi karena jadwal pertandingan sepakbola. Partai kandang tidak dianggap menjadi masalah, namun 2 partai tandang dalam satu minggu dan 1 partai tandang lagi pada minggu berikutnya adalah hal yang berat sebenarnya. Masalah utama masih klasik seperti masalah semua orang di dunia, dana. Partai tandang dipenuhi dengan anggaran lebih untuk perjalanan. Mau tidak mau, harus ada pengorbanan lebih pada partai tandang. Selain dana, meluangkan waktu juga menjadi pikiran dalam menghadiri partai kandang. Sebenarnya naif jika berbicara pengorbanan, semua orang punya pengorbanannya sendiri-sendiri untuk menghadiri partai tandang.

Partai tandang pertama tahun ini, keuangan sedang mencekik. Kelompok suporter saya merencanakan berangkat menggunakan bus sewaan. Dan dananya tidak kecil bagi keuangan saya yang mencekik. Terpaksalah saya berhutang uang demi menghadiri partai tandang. Hasilnya kami kalah 2-0, dengan keputusan wasit yang paling mencengangkan sepanjang pertandingan. Gila. Wasit gila. Gila uang. Keputusan yang diambil oleh wasit benar-benar tidak menguntungkan tim kesayangan saya. Tapi ya sudahlah, memang seperti itu partai tandang. Sudah biasa. Dan kami bernyanyi 2x45 menit. Benar-benar 2x45 menit. Tanpa henti.

Tandang kedua tidak jauh beda. Menggunakan bus sewaan lagi, namun dengan biaya yang lebih besar. Saya diharuskan untuk berhutang lagi, tapi tidak mungkin, saya takut tidak terbayar. Hutang saya sudah terlalu banyak. Tapi saya ingin berangkat. Sungguh ingin. Dompet saya tidak ada isinya. Pikiran saya masih berputar-putar ingin menghadiri partai kandang kedua tahun ini. Sampai seorang teman mengajak saya, "pokoknya asal kamu berangkat dululah." Pukul 03.00 kami semua sudah berkumpul untuk berangkat menghadiri partai tandang ini. Saya sempat pulang terlebih dahulu untuk mengecek keuangan saya di rumah, namun nihil. Saya terpaksa berangkat tanpa membawa sepeser uang pun.

Tandang kedua ini tidak bisa saya lewatkan, tahun kemarin saya juga menghadiri partai ini dengan tanpa uang pula. Apalagi suporter tuan rumah terkenal suka bikin onar. Kami sebagai suporter tertantang untuk memberi dukungan nyata bagi tim. Menemani tim dalam lawatan ke luar kota. Dan terjawab, tim tuan rumah mencetak gol pertama, hujan batu dan botol mewarnai lagu-lagu kami. Lempar-lemparan terpaksa dilakukan, bukan apa-apa, tapi kami tidak mau tertahan dengan berdiam diri. Apalagi setelah tim kami mampu menyamakan kedudukan. Semakin panas saja. Dalam benak kami semua, 1 poin sudah cukup untuk partai tandang. Kami bernyanyi semakin keras agar tim juga bersemangat menyelesaikan pertandingan. Sampai akhirnya gol kedua tuan rumah dicetak. Kami tertegun sejenak, sampai lemparan batu mencairkan lamunan kami. Kembali kami harus lempar-lemparan batu. Kami tidak tau kenapa, tapi ini harus terjadi. Sebagai pembelaan diri kami. Kami menolak dibantai di kandang lawan. Keadaan semakin panas sampai kami semua terpaksa diungsikan masuk ke lapangan dan pulang dengan kawalan polisi. Kalah lagi, kali ini 2-1. Tapi kebanggaan kami tidak berkurang sedikitpun pada tim. 

Kami masih bangga, saya masih bangga menjadi bagian dari pendukung tim ini. tim yang tidak besar, namun saya mencintainya. Uang tidak menghalangi kami untuk datang. Waktu seakan tidak terbatas untuk kami bernyanyi mendukung tim yang kami banggakan.

Rabu, 05 Januari 2011

Bertahan

Punk jangan sampai jadi sejarah (Kolicklinick)

Ga banyak komunitas yang asik buat saya. Hanya beberapa saja. Saya sudah coba banyak komunitas dan kadar asiknya berbeda-beda. Asik buat saya ga cuma bisa seneng-seneng bareng-bareng, tapi lebih ke persaudaraan dan sepenanggungan bareng. Yah, beberapa komunitas itu ya Ultras, Antro, De Britto, dan Kridosono punkrock. Yang terakhir saya anggap paling spesial. Kenapa? Soalnya saya belajar memilih satu pilihan buat hidup saya di komunitas ini. Saya belajar. Saya bahkan sampai tidak bisa ingat kenapa Kridosono begitu berkesan bagi saya, memorinya terlalu banyak. Padahal cuma dimulai dari kumpul malem minggu sampe minggu pagi..terus begitu bertahun-tahun sampai persaudaraan ini masuk ke hari-hari biasa saya. Menjadi kuat, ya, menjadi kuat jadi pesan utamanya.

(ga jelas ni tulisan saya, biarlah)

Terlalu random tulisan saya ini. Tapi saya jelas terkesan dengan masa 4 tahun itu. saya aktif di sana kira-kira 4 tahun saja dan ini sudah tahun kedua saya vakum. Tahun kelima Kridosono mengalami penurunan drastis. Hampir mati saya rasa. Anggota yang berceceran kemana-mana, kesibukan, dan anggota-anggota tua yang "pensiun" untuk mengurusi keluarganya jadi faktor yang buat Kridosono mengecil eksistensinya di jalanan.

Saya ingat betul saat bertahan hidup dengan sebatang rokok. Menyisakan malam itu untuk cerita-cerita. kami tertahan oleh cerita. Jika kami tertidur, habis imajinasi kami saat itu tentang dunia. Kami juga bertahan saat pukulan demi pukulan datang. Ya, kami tidak peduli dan kami masih bertahan. Sampai tempo hari saya mendapat pesan singkat dari om kolik. Intinya ya agar kami semua berkumpul lagi di Kridosono punkrock. Ya, saya tidak bisa lupa begitu saja dengan kejayaan kami dulu, dan kami butuh bangkit. Bukan untuk menjadi besar, tapi untuk terus hidup.




Tulisan ini sebagai reminder saya
agar tidak lupa pada jalanan
yang mengajarkan saya untuk peka,
Cheers


Selasa, 04 Januari 2011

#8

We're not a Movie Stars (PGWear, clothing company internasional bagi suporter)

Sepakbola sedang menjadi sorotan di Indonesia. AFF lah penyebabnya. Penuh gebrakan dalam kompetisi Asia Tenggara kali ini. Pertama, Indonesia menjadi tuan rumahnya, otomatis sekali akan dekat bagi rakyat Indonesia untuk menonton pertandingan sepakbola. Kedua, pertandingan pertama bagi Indonesia adalah melawan Malaysia. Berhenti dulu sampai sini. Partai pertama yang sangat ditunggu-tunggu ditambah dengan pertandingan yang digelar di kandang sendiri. Tak heran animo masyarakat meledak-ledak. Apalagi ditambah dengan kemenangan besar di babak awal.

Berita demi berita tentang kemenangan timnas Indonesia terus saja diputar di segala media. Akibatnya, banyak masyarakat yang semula apatis dengan sepakbola Indonesia mulai melirikkan matanya untuk menengok prestasi timnas. Alasannya bukan hanya satu, saya menyoroti dua saja. Pertama, Indonesia beserta rakyatnya sudah rindu gelar dan kemenangan, dan kemenangan besar atas Malaysia di pertandingan pertama mengangkat derajat timnas Indonesia lantaran Malaysia juga erupakan musuh politik dan budaya bagi Indonesia. Alasan kedua karena masuknya pemain baru yang handal dan tampan, mengangkat imej timnas semakin baik di mata masyarakat.

Sorotan publik banyak diarahkan pada timnas dan suporter yang datang mendukung dalam pertandingan di Gelora Bung Karno. Media seakan hanya punya satu tujuan berita kala itu. Timnas dan suporter. Hal ini ternyata tidak hanya menjadi hal hingar bingar di Indonesia, di belakangnya, pelatih timnas Alfred Riedl muring-muring. Anah asuhnya kekurangan waktu untuk latian dan istirahat akibat besarnya arahan kamera pada timnas. Belum lagi ekspektasi besar dari masyarakat agar timnas menjuarai AFF. Suporter-suporter juga ramai diwawancarai di televisi. Ramai-ramai nongol di media. Beradu eksistensi.

Ribuan masyarakat mendadak mengaku jadi suporter timnas, padahal banyak di antara mereka yang belum pernah jadi suporter di tanahnya sendiri, belum pernah mencicipi dunia suporter bagi tim lokalnya. Suporter yang tiap tahun mendukung di GBK jadi tersingkir. tersingkirkan oleh suporter dadakan yang berdandan sebelum masuk ke stadion. Suporter-suporter lama yang setia mendukung dari jaman Indonesia belum menangan jadi tersingkir. Stadion GBK penuh artis, plus penuh orang sok ngartis.

Hey, ini sepakbola. Tidak butuh orang yang mendadak mengaku peduli. Sepakbola tidak butuh media massa. Sepakbola tidak butuh kegiatan politis, sepakbola bukan tempat hang out. Kamu tampan, kamu kaya, kamu keren, tidak berlaku dalam sepakbola. Sepakbola pada dasarnya adalah pertarungan. Dan tidak perlu muncul acap kali di televisi, tidak perlu orang-orang semua tau kamu menonton di stadion. Sepakbola hanya butuh teriakan dukungan dari suporter kepada tim yang mereka banggakan.
tidak perlu tau siapa saya, siapa anda, siapa kita, siapa mereka.
suporter hanya butuh berteriak, bernyanyi bagi tim kebanggaan