Selama ada niat, bagaimanapun caranya kamu akan datang ke stadion (Aditio Chrisnugroho)
Awal tahun benar-benar menjadi hidup yang sibuk. Bukan karena jadwal ujian yang tertunda, tapi karena jadwal pertandingan sepakbola. Partai kandang tidak dianggap menjadi masalah, namun 2 partai tandang dalam satu minggu dan 1 partai tandang lagi pada minggu berikutnya adalah hal yang berat sebenarnya. Masalah utama masih klasik seperti masalah semua orang di dunia, dana. Partai tandang dipenuhi dengan anggaran lebih untuk perjalanan. Mau tidak mau, harus ada pengorbanan lebih pada partai tandang. Selain dana, meluangkan waktu juga menjadi pikiran dalam menghadiri partai kandang. Sebenarnya naif jika berbicara pengorbanan, semua orang punya pengorbanannya sendiri-sendiri untuk menghadiri partai tandang.
Partai tandang pertama tahun ini, keuangan sedang mencekik. Kelompok suporter saya merencanakan berangkat menggunakan bus sewaan. Dan dananya tidak kecil bagi keuangan saya yang mencekik. Terpaksalah saya berhutang uang demi menghadiri partai tandang. Hasilnya kami kalah 2-0, dengan keputusan wasit yang paling mencengangkan sepanjang pertandingan. Gila. Wasit gila. Gila uang. Keputusan yang diambil oleh wasit benar-benar tidak menguntungkan tim kesayangan saya. Tapi ya sudahlah, memang seperti itu partai tandang. Sudah biasa. Dan kami bernyanyi 2x45 menit. Benar-benar 2x45 menit. Tanpa henti.
Tandang kedua tidak jauh beda. Menggunakan bus sewaan lagi, namun dengan biaya yang lebih besar. Saya diharuskan untuk berhutang lagi, tapi tidak mungkin, saya takut tidak terbayar. Hutang saya sudah terlalu banyak. Tapi saya ingin berangkat. Sungguh ingin. Dompet saya tidak ada isinya. Pikiran saya masih berputar-putar ingin menghadiri partai kandang kedua tahun ini. Sampai seorang teman mengajak saya, "pokoknya asal kamu berangkat dululah." Pukul 03.00 kami semua sudah berkumpul untuk berangkat menghadiri partai tandang ini. Saya sempat pulang terlebih dahulu untuk mengecek keuangan saya di rumah, namun nihil. Saya terpaksa berangkat tanpa membawa sepeser uang pun.
Tandang kedua ini tidak bisa saya lewatkan, tahun kemarin saya juga menghadiri partai ini dengan tanpa uang pula. Apalagi suporter tuan rumah terkenal suka bikin onar. Kami sebagai suporter tertantang untuk memberi dukungan nyata bagi tim. Menemani tim dalam lawatan ke luar kota. Dan terjawab, tim tuan rumah mencetak gol pertama, hujan batu dan botol mewarnai lagu-lagu kami. Lempar-lemparan terpaksa dilakukan, bukan apa-apa, tapi kami tidak mau tertahan dengan berdiam diri. Apalagi setelah tim kami mampu menyamakan kedudukan. Semakin panas saja. Dalam benak kami semua, 1 poin sudah cukup untuk partai tandang. Kami bernyanyi semakin keras agar tim juga bersemangat menyelesaikan pertandingan. Sampai akhirnya gol kedua tuan rumah dicetak. Kami tertegun sejenak, sampai lemparan batu mencairkan lamunan kami. Kembali kami harus lempar-lemparan batu. Kami tidak tau kenapa, tapi ini harus terjadi. Sebagai pembelaan diri kami. Kami menolak dibantai di kandang lawan. Keadaan semakin panas sampai kami semua terpaksa diungsikan masuk ke lapangan dan pulang dengan kawalan polisi. Kalah lagi, kali ini 2-1. Tapi kebanggaan kami tidak berkurang sedikitpun pada tim.
Kami masih bangga, saya masih bangga menjadi bagian dari pendukung tim ini. tim yang tidak besar, namun saya mencintainya. Uang tidak menghalangi kami untuk datang. Waktu seakan tidak terbatas untuk kami bernyanyi mendukung tim yang kami banggakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar