Senin, 20 Desember 2010

warung makan padang

Antok dan Risa adalah pasangan baru. Mereka berpacaran baru-baru ini. Di tengah hangatnya cerita, mereka disibukkan oleh kesibukan masing-masing sehingga jarang bertemu. Sebelumnya Antok sering menjemput Risa di rumahnya untuk makan bersama di luar. Tapi kesibukan sudah mulai mengurangi waktu mereka bertemu. Karena sudah ingin bertemu, Risa mengajak Antok untuk bertemu di suatu sore, setelah pekerjaan mereka sama-sama selesai melalui pesan singkat telepon selular. Akhirnya diambil keputusan untuk makan di warung makan padang yang dahulu pernah mereka singgahi sebelum pacaran. Mereka berjanji untuk bertemu di tempat yang sama.

Antok sudah datang di warung makan padang yang paling enak dan mahal di daerahnya. Dia dulu pernah mengajak Risa datang ke sini ketika awal mereka saling mengenal. Dia berpikir datang ke warung itu untuk memberikan yang terbaik yang diinginkan Risa.Lama menunggu, suara Adzan Maghrib terdengar dari masjid terdekat. Antok masih menunggu Risa datang. Ia enggan mengirimkan pesan singkat untuk Risa, kalau-kalau Risa masih sibuk dengan pekerjaannya.Sampai pukul 19.00 Risa tak datang. Antok memesan menu kesukaan Risa dan membungkusnya. Lalu pulang.

Di lain tempat,

Risa sudah datang di warung makan padang yang paling murah namun enak di daerahnya. Dia dulu pernah diajak Antok datang ke sini ketika awal mereka saling mengenal. Dia berpikir datang ke warung itu karena dia tau Antok orang yang sederhana. Lama menunggu, suara Adzan Maghrib terdengar dari masjid terdekat. Risa masih menunggu Antok datang. Ia enggan mengirimkan pesan singkat untuk Antok, kalau-kalau Antok masih sibuk dengan pekerjaannya. Sampai pukul 19.00 Antok tak datang. Risa memesan menu kesukaan Antok dan membungkusnya. Lalu pulang.

Kedua masih bertanya-tanya dalam hati. Antok masih khawatir dengan Risa yang tak datang. Risa berlaku juga sama. Sampai pukul 21.00, Antok gantian yang mengajak Risa untuk bertemu melalui pesan singkat telepon selular. Risa membalas pesan singkat itu, menyuruh Antok untuk datang menemani menjaga rumah karena orang tua Risa menjenguk keluarga yang sakit.

Antok datang membawa menu kesukaan Risa yang tadi ia beli di warung mahal. Di rumah, Risa menyiapkan menu kesukaan Antok yang tadi ia beli di warung murah. Sesampainya di rumah Risa, Antok dan Risa saling bercerita perihal menunggu tadi sore.

Dalam waktu-waktu akhir menjelang jam malam, mereka mencampur menu kesukaan masing-masing tadi. Memakannya bersama. Rasanya sama, karena dibeli dengan saling mengerti.

Jumat, 10 Desember 2010

Membuang waktu itu perlu

saya meluangkan waktu saya untuk menikmati, upil saya besar dan asin.


Mungkin ngupil bakal jadi satu kegiatan paling spektakuler dan paling memicu adrenalin di dunia. Bukan, ini bukan bercanda. Kalo kamu punya pikiran ngupil itu ga penting buat hidupmu, buang dulu jauh-jauh pikiranmu. Aku akan membawa otakmu masuk ke celah hidung yang lebih dalam, bersiaplah.

Kamu ga bakal bisa bohong kalo kita sebagai manusia hidup dari oksigen yang kita hirup tiap kali bahkan tanpa kita sadari. Jumlah oksigen -sejauh yang aku tau dari buku IPA SD- prosentasenya 20% dari banyaknya jenis udara yang ada di bumi. Dikit banget kalo dibandingin sama jumlah manusia di bumi yang berjuta-juta, ditambah banyak orang yang tiap hari kawin dan akibatnya banyak bayi baru lahir tiap harinya. Tiap hari jumlah manusia bertambah dan prosentase oksigen masih sama tiap harinya. Otomatis persaingan umat manusia dalam berebut oksigen tiap kali sedotan bakal semakin sengit, apalagi kalo kamu lagi boker di wc, ruangan sempit sementara kamu butuh tarik napas tiap detik buat buang muatan dari perutmu. Kita sebagai manusia tiap detik harus berkompetisi buat dapetin barang gratis yang terbatas itu.

Pernah bayangin kan kalo orang kehabisan oksigen bakal mati dan kebanyakan dari kamu semua takut buat mati dengan berbagai macam alasan. Nah, sampai pada titik ini ngupil bakal jadi penting banget di hidupmu. Bayangin aja kalo kamu ga pernah ngupil, trus hidungmu tiap hari boker ngeluarin upilnya. Lama-lama hidungmu bakal penuh sama upil dan akibatnya lubang hidungmu menyempit. Kalo udah gitu bakal susah untuk bernafas dan kamu kalah di persaingan berebut oksigen. Kamu bisa mati. Sumpah.

Ngupil juga kayaknya hampir jadi kegiatan yang menjijikkan menurut orang-orang terhormat. Dengan alasan tabu atau tidak sopan atau apapun itu, orang banyak malu-malu buat ngupil. Ini bahaya banget buat orang super sibuk yang hampir tiap jam ketemu sama orang-orang terhormat untuk urusan penting. Dia bakal kehilangan waktu buat membersihkan upil di hidungnya yang makin lama makin buat lubang hidungnya sempit. Aku bisa bayangin repotnya orang-orang kalo harus pamit di sebuah pertemuan penting untuk ke wc trus ngupil, trus balik lagi ke tempatnya seolah-olah ga terjadi apa-apa. Butuh keberanian besar untuk ngupil.

Di jaman yang makin hari makin tambah sibuk ini, kayaknya orang udah semakin ga peduli sama upilnya sendiri. Jari-jari udah dipaksa untuk terus bekerja, entah ngetik tugas, BBM-an, SMS-an. Semua menyita waktu kita untuk terus menyibukkan jari-jemari. Apa mungkin bakal ada ilmuwan yang memutar otaknya buat bikin alat ngupil otomatis tenaga surya? Kita tinggal duduk –sambil SMS-an- sementara di hidung kita dimasukin gagang yang muter-muter sendiri plus ada getaran dari dinamo di dalam alatnya yang terus bergerak. Bakal geli banget kalo dibandingin pake jari kita sendiri. Keuntungan lebihnya ada, lubang hidung kita bisa tambah besar dan kita bisa memenangkan kompetisi perebutan oksigen dunia! Kalo alatnya lebih canggih lagi, upil yang udah terambil bisa langsung diolah jadi pupuk kompos, lumayan.

Ngupil, hal simpel yang kadang saya sendiri melupakan maknanya. kita terlalu sibuk merepotkan diri sendiri, sampai lupa kalo sederhana pun bisa berguna.

Cheers

Kamis, 09 Desember 2010

Dunia Maya, Dunia Kita

pisuhan adalah gombalan paling jujur (antonius vito adriono)

Tidak pernah ada dalam pikiran saya, ada wanita di jaman sekarang yang bisa menerima saya apa adanya, dengan apa yang saya punya. Wajah saya tidak menjual, motor saya pun cukup usang untuk dibilang baik. Tapi ternyata ada juga gadis kecil yang bisa menerima saya seadanya saya. :D

Dengan kata-kata, ya kami mulai berbicara dengan kata-kata. Tidak lisan, bahasa kami bahasa tulis. Kami tidak bertatap mata. Entah apa yang ada di kepala kami masing-masing kala itu. Tapi kami percaya, satu sama lain percaya. Sampai sop kaki kambing menyatukan kami setelah hujan di awal Desember.

Ini adalah bagian dari pencapaian proses "menikmati". Menikmati saat saya harus menunggu, menikmati dipandang sebelah mata, menikmati waktu-waktu sebelum terang datang, menikmati kata-katanya "kalau ini mimpi, aku tak mau bangun."

Terima kasih babi betina,
--------------------------------------------------------
iseng-iseng saya bikin lagu buat babi betina saya..aha!



When you say "yes",                                                 Would you be mine
After I say "i love you"                                              Forever and ever
You be my girl                                                            We know each other
And i'll treat you like princess.                                  So let's we start together. 

*Thanks to Yahoo Messenger
  Thanks to Facebook
  Thanks to Twitter
  Thanks to you... 

-saya tidak peduli grammarnya benar apa salah, suaranya juga jelek, gitarnya juga salah-salah, namanya juga iseng.
--------------------------------------------------------
babi, anjing, codot, cebol, cungkring, asu, dan semua makian dan ejekan yang kita tuliskan,
I'll treat you like a princess, dear.

"kita bisa membohongi orang lain,
tapi tidak dengan perasaan kita sendiri."
(azwar anas)

Sabtu, 04 Desember 2010

#7

Saat kita bernyanyi di atas tribun, saat kita berjingkrak pula, sebenarnya kita tau bahwa kita berhadapan dengan kelelahan. Tapi itulah cara kita menjawab kenikmatan dalam kesetiaan.

Sudah sering saya singgung sebelumnya, menjadi supporter yang utama bagi saya adalah perkara tidak berhenti bernyanyi. Bernyanyi 2 x 45 menit saja bagi saya sendiri sudah sangat menyita tenaga. Belum lagi ditambah ekspresi berjingkrak di atas tribun seperti kesetanan, tentu saja tenaga sungguh tersedot dan membuat kaki ini serasa mau copot. Kelelahan ini belum lagi ditambah dengan sesaknya nafas ketika mulai dinyalakannya flare dan bom asap sebagai bentuk perayaan betapa sakralnya pertandingan tim yang kita cintai. Ada perasaan ingin duduk dan menikmati pertandingan, namun perasaan itu selalu terbunuh begitu saja.

Nyanyian-nyanyian, gerakan tak berpola dan seenaknya, aksi bakar-bakaran ini selalu menimbulkan pertanyaan bagi orang di luar dunia supporter. Seringkali muncul kalimat, "Kenapa sih kalian gila gitu?" atau "Ga bisa ya biasa aja nonton bola?" atau lagi "Udah wajar kok, supporter kan emang norak, kampungan." Pertanyaan-pertanyaan seputar ketidaktauan itu tentu saja selalu ditanggapi dingin oleh supporter. Bagi yang hanya melihat, pasti tidak bisa tau dan tidak bisa merasakan bagaimana supporter itu berperilaku. Saya sendiri sebagai supporter kadang sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Bagi saya, saya tidak begitu peduli dengan omongan apapun tentang supporter, ya beginilah kami. Kami adalah bagian dari subkultur, yang memang keluar dari pakem-pakem sosial. Semua yang kami lakukan ini adalah jawaban kami atas kenikmatan kami mendukung tim, atas kesetiaan kami dalam mengawal tim kami bertanding.

di bawah pohon, di atas batu, di antara waktu

tancap dalam betul bak pasak,
"aku ingin mati saja."bahkan pohon pun jadi tak sudi
kau berteduh di bawahnya saat tau ucapmu.
lalu kamu maju selangkah
duduk di atas batu,
sampai seekor babi betina datang padamu.
ia katakan yang lebih tancap dalam padamu,
"masihkah kita punya waktu?"


Minggu, 21 November 2010

peluru itu keras, sabuknya lebih lagi

"kita bukanlah produk televisi yang kekinian." (bays)

Saya dan teman saya sejak lahir entah kenapa sangat kompak. Mungkin karena sudah 20 tahun ini bersama-sama menantang dunia. Kami kompak, tetapi kami tidak sama. Jalan kami berbeda, saya mengambil jalan punk, dia mengambil jalan metal. Satu persamaan dari 2 jalan yang kami ambil, kami mengambil tema oldschool. Saya ya dengan atribut saya yang seadanya tanpa baju-baju keren, dia juga dengan baju-baju lawas yang bukan produk seragam anak muda sekarang.
Hari Sabtu kemarin band thrash metalnya manggung di acara amal untuk korban Merapi. Hari-hari sebelumnya saya membantu untuk menyiapkan atribut yang akan dipakai. Kali ini teman saya memakai atribut tambahan yang sebelumnya tidak pernah ia kenakan. Beberapa hari sebelumnya ia menemukan 2 sabuk peluru machinegun beserta pelurunya di gudang rumahnya yang mungkin milik kakeknya dulu. langsung kami bersihkan semua pelurunya. H-1 sebelum aksi, niat kami adalah memasang peluru tersebut, setelah 1 sabuk terpasang semua pelurunya, rangkaian peluru  tersebut dicoba digunakan oleh teman saya. Dan terlihat efek alkohol yang mantap, sabuk pelurunya tidak cukup karena perutnya kebesaran.


Putar otak kami langsung berinisiatif menambahi panjang sabuk dengan sambungan sabuk yang satunya. Dengan semangat 45,46,47 dst kami mencuba membuka rangkaiannya, dan ternyata susahnya minta ampun. Terpaksalah otak kami memutuskan untuk memotong penyambungnya dari kawat, biarlah nanti tidak dapat dikembalikan lagi, yang penting dapat 1 sabuk yang pas. Ternyata tidak semudah itu, sabuk peluru lebih keras dari pelurunya. Dengan ketelatenan kami, akhirnya selesailah sabuk peluru itu.
Hari besoknya, sabuk peluru menyertai perform yang dahsyat dengan tempo ala thrash metal. Selamat kawan!!

Peluru memang keras bung, tapi sabuknya lebih keras. Kita memang pembangkang, tapi lingkungan kita yang membentuk kita seperti ini pastinya lebih kuat dari masing-masing diri kita. Ya, Dunia memang jahat !!

Senin, 08 November 2010

Practice Makes Perfect

"Jika ini berhasil, aku akan jadi pesulap dengan trik kartu paling mutakhir tanpa rekayasa." (Girgir Hutagalung)

Dini hari sudah saatnya tidur karena fisik sudah lelah. Saya dan beberapa kawan saya sukarelawan memilih ruang UKS untuk beristirahat kali ini. Sambil membuka netbook untuk menyetel lagu pengantar tidur, kawan saya Girgir Hutagalung malah mengambil satu deck kartu remi. Ia mulai mengocok kartu itu sambil menyuruh Ragil memikirkan satu kartu. Ketika Ragil sudah memutuskan, Girgir berhenti mengocok kartunya dan mengambil kartu teratas, "Ini bukan?" Tentu saja jawabannya bukan, kartu teratas yang diambil Girgir bukan kartu yang dipikirkan Ragil.
Kejadian yang sama diulang dengan Vito, GoGik, dan Saya. Hasilnya masih salah. Di akhir permainannya pada saya, Girgir berkata, "Suatu saat pasti berhasil."
Kami semua diam, dan mulai mengambil posisi untuk tidur, tapi tidak bisa.
Nice Try Dude.

Barak dan Kartu

"Mas, ayo melu maen kertu." (Mas, ayo ikut main kartu - Rofik)
"Ho'oh mas, ayo melu." (Iya mas, ayo ikut - Rofi'i)

Status "awas" pada Merapi masih belum turun satu tingat pun. Zona aman juga belum turun dari sebelumnya. Masyarakat masih saja was-was dan masih enggan untuk kembali. Barak-barak pengungsian masih penuh dengan pengungsi dan juga sukarelawan (saya enggan menyebutnya relawan, rasa-rasanya kurang unsur "suka" dan "gembira"). Kepedulian tampak dimana-mana dan ini baik.
SMA saya dulu bersekolah, SMA Kolese John de Britto tak ketinggalan, jajaran direksi membuka posko bantuan logistik dan barak pengungsian. Barang masuk dan keluar tiap waktunya dan menyita tenaga sukarelawan baik dari siswa maupun alumni bahkan guru-guru dan para karyawan. Kepedulian tak habis-habis. Sukarelawan juga mengurusi 150-an pengungsi yang bertahan di aula SMA. Dapur umum dibuat.
Kesibukan disana-sini, jelas kelelahan yang menyikapi. Lelah, benar lelah fisik dan psikis bagi sukarelawan di posko manapun, tapi bagaimanapun juga ini urusan tolong menolong dan tidak perlu urusan mengeluh dan tetek bengek sejenisnya. Di tengah mondar-mandir antara barak dan posko, saya dan beberapa kawan alumni de Britto melewati anak-anak pengungsi yang sedang menggelar tikar di lapangan futsal outdoor sekolah kami, saya lihat mereka bermain kartu. Permainannya standar bibit penjudi - minuman-. Mereka kami tahu bernama Rofik dan Rofi'i, kelas 2 SD. Mereka memanggil kami dan mengajak kami bermain kartu, menemani mereka. Awalnya kami semua berpikir untuk meng-iya-kan ajakan mereka karena kami berpikir mereka butuh teman untuk menghabiskan waktu dan membunuh trauma mereka akan abu Merapi dan kami segera duduk melingkar bersama mereka berdua.
Kepolosan mereka segera dipadu dengan ketotolan kami yang alami menghasilkan kolaborasi kebrisikan yang ekstrim. Ada jajaran direksi yang melewati kami dan tersenyum, saya paham kalau beliau berpikir ini semata-mata untuk hiburan para pengungsi dan hal ini sungguh sah. Permainan terus berlanjut hingga kira-kira 1 jam ke depan sampai Rofik bertanya pada kami, "Mas, nek ngguyu-ngguyu ngene ki kesel e ilang to? Aku mau mesakke ndelok njenengan kesel tenan ketoke, makane aku karo Rofi'i ngundang dolanan kertu." (Mas, kalau ketawa-ketiwi gini capeknya hilang kan? Saya tadi kasihan melihat kalian kelihatan capek sekali, makanya saya dan Rofi'i manggil mainan kartu).
Kami semua diam dan berpandang-pandangan. Siapa menghibur, siapa terhibur? Siapa peduli :)

Sabtu, 06 November 2010

es kopi dari ibu

"Sing penting lila legawa jembar donya akherat." (Setodewo)

Kopi sepertinya sudah jadi bagian dari hidup saya selama ini. Walaupun saya masih rutin minum susu tiap malem, tapi kopi juga jadi menu utama keluarga kami. Berkumpul di ruang tamu bareng ayah ibu saya, sambil ngerokok dan minum kopi kami bertiga sering menikmati dinamika sosial di televisi sambil juga cerita satu sama lain tentang keseharian yang dijalani masing-masing. Kami menikmati kopi kami, kami menikmati keseharian kami. 
Tempo hari (Kamis, 4 November 2010) kami berkumpul lagi, ayah saya pulang kerja dan ibu saya selesai memberi susu pada anjing-anjing kami, saya sendiri pulang dari pengungsian. Jogja sudah penuh suara gemuruh dari puncak Merapi dan kami semua masih memantau lewat televisi dan streaming radio bersama rokok kami masing-masing. Anjing-anjing kami mulai menggonggong kepanikan, ayah saya sibuk memantau suara puncak Merapi. Saya juga mulai panik, mengambil tali untuk anjing saya dan memasangkan pada mereka untuk persiapan jika sewaktu-waktu harus lari menjauh.
Ibu saya tidak ambil pusing kala itu, setelah rokok pertamanya habis, dia bangun dan membuatkan kopi untuk kami. Kali ini kopi dingin. Setelah selesai, kami meminum kopi kami. Ayah saya heran kenapa kali ini kopi dingin. Ditanya begitu ibu saya menjawab, "Hari ini kita minum dingin dulu, sudah terlalu panas kita dan sekitar kita."
Saya dan ayah saya diam dan lanjut nonton tivi dengan santai, ibu saya bermain dengan kedua anjing saya.


Rabu, 03 November 2010

sesederhana datang pagi lalu matahari tenggelam lagi

hidup itu sederhana, kita memilih dan tak boleh menyesalinya.(tokyo drift)

Seringkali saya mendapat curhat dari kawan-kawan saya, tentang pacar mereka, tentang kuliah yang sulit, tentang apapun yang membuat hidup mereka sulit. Saya hanya dapat memberi mereka masukan. Yah, bukan berarti hidup saya juga telah sempurna, hidup saya juga penuh masalah tantangan dan saya mencoba melaluinya tiap hari. Banyak kawan saya juga yang berkata, "enak ya jadi kamu, ga mikirin apa-apa." Enak saja mereka berkata, saya juga berpikir. Rene Descartes pernah bilang, "cogito ergo sum." Kamu berpikir maka kamu ada. Saya berpikir, tapi yang saya pikirkan adalah sesuatu yang baik untuk saya, saya malas menyiksa diri saya dalam pikiran saya sendiri yang nanti akan merugikan saya sendiri.
Semua memang dimulai dari kita, dari pikiran kita.
Kita sudah memilih jalan kita sendiri, kita sudah memilih dari sekian banyak pilihan yang ada. Kalau begitu ya sudah jalani. Kenapa masih harus berdebat lagi dengan diri sendiri kalau yang kita pilih itu ternyata salah. Sudah memutuskan punya pacar, sudah memutuskan kuliah di jurusan apa, sudah memutuskan ga makan, ga eek. Ya semua itu ada resikonya. Jalani, sambil berpikir kalau yang kamu jalani adalah menyenangkan. Dan kenyataan akan menyenangkan.


Selasa, 02 November 2010

kawan yang setia

saya suka sekali dengan binatang, konon lelaki penyayang binatang itu lemah lembut sekaligus kuat :)


Cobalt, anjing mix daschund dan pomeranian

 Herro, dari kata Heroin, anjing Golden Ret

Carcoal, Bajing Terbang yang saya selamatkan dari pasar hewan

Aska, Kelinci Dwarf seukuran asbak untuk teman di kos

Dega, Musang Rasse yang saya selamatkan juga dari pasar hewan

Mimi dan Mintuna, Bajing Kelapa yang masih bayi

Berlomba dengan Senja

aku datang menantang ombak.

roda ini masih melaju deras,
waktu mau tak mau memaksaku untuk bertahan melaju kencang.
matahari tanpa basa basi melenggang turun dari tahta siang.
aku mengejar, lebih tepatnya terkejar.
sebuah keinginan untuk melihat lagi senyumnya sebelum matahari terbenam.

aku masih bertahan keras,
tekad mau tak mau memaksaku untuk terus maju berperang.
perasaan tanpa basa basi memuncak untuk melawan bayang.
aku bertahan, lebih tepatnya tertahan.
sebuah keinginan untuk tak melihat tangisnya sebelum harapan tenggelam.

Setiap kali merahnya merah memerahkan kemerahan

Setiap kalimat membentuk baris sanjungan.
Setiap aksi membulatkan langkah harapan.

-kursi dan kursi merah mulai ditata rapi.
Wadah dan wadah plastik merah dijungkir balikkan.

Setiap kepulan asapmu membawa bayang.
Setiap bayangmu mengepul yg tak pasti.

-busa dan busa merah menati untuk direbah.
Selimut dan selimut merah menunggu fungsinya yg tak tentu.

Setiap gerakmu membunyikan derit pintu.
Setiap bunyimu menggerakkan aku.

-mata dan mata merah tumpah.
Lelap sebentar bersama sunset.

Setiap senja untukmu slalu isyaratkan pesan yg tenggelam.
Tenggelam bersama isyarat yg terlalu merah,kamu tak bisa,ak binasa.

//Aku seperti celana dalam//

Gejala Susah Tidur

Satu waktu tergeletak,tak begitu rapi.
Sebentar berbalik sebentar kembali.
Ada kala mata tak terpejam,
Ada waktu mata ingin berhenti.
Berhenti,berhenti berputar menyapu sekeliling yang masih tampak sama seperti sebelumnya.

Ada saatnya ingin disudahi,
Ada masanya dipaksapun sama.
Sama,sama sekali tak berubah.
Sama sekali.
Sama sekali masih sama seperti sebelumnya.

Ada,selalu ada.
Selalu ada detiknya sendiri untuk dimengerti,
Selalu ada menitnya sendiri untuk dipahami.

-ada porsinya sendiri untuk diludahi,disudahi-

Sorpring

kaki dan kaki tenang berjalan,
sebelah depan sibuk berkoordinasi.
jari dan jari bermain raga,
sebelah depan menggenggam pasti.

duduk dan duduk berharap hangat,
sebelah depan melintas cepat.

itu dia.
akhirnya..

Basah di Hadapku

terik..panas hari ini memaksaku mengusap keringatku.
tes, jatuh tetes demi tetes...air tubuhku masih tak mampu membilas kering hari ini.
debu dan debu rasa-rasanya melayang bebas.
sedikit masuk di mataku dan membuatku menguras tenagaku untuk bermain mata.
mata dan tanganku berkolaborasi..memerahkan daya lihatku.

panasnya tak habis-habis..sebotol air mineralku segera berpindah menuju tandon tubuhku..
sebentar lagi kandung kemihku kembung pasti..pasti..aku terlalu banyak mengkonsumsi air,pikirku..
ya, terlalu banyak..sejenak lalu aku lemas..dan entah mengapa, aku merasa susah bergerak..
tunggu..tunggu dulu..rasa-rasanya aku mulai mengantuk.
lalu hilang daya pandangku..

mataku tak lagi merah, keringatku tak lagi turun.
daya pandangku tak lagi surut,segar mataku.
kandung kemihku tak lagi kembung, kempis perutku.

tes..jatuh lagi air di kepalaku..
bukan..bukan dari aku..ini datang dari atas..
hujan namanya..satu persatu tetesnya jatuh..
mula-mula pelan...mula-mula satu..
sejenak lalu berubah banyak, cepat..
berubah menjadi suara berisik baru yang menggantikan parau dengkurku..

lalu lagi aku berdiri di depan pintuku..
angin..angin datang pelan mulanya..sebentar mejadi kencang..
lalu aku masuk, namun belum kututup pintuku.

*kamu bawa aku dari keringku,
segarkan dengan sedikit airmu,
bawa aku menuju nyamanku,
hingga muncul kantukku.
*kamu lalu turunkan hujan,
hembuskan badai di halamanku,
bawa aku masuk ke dalam,
anginmu goyahkanku.

*masi belum kututup pintu, tapi aku enggan keluar.

Wasting Time

tangan kiri, bukan tangan kanan..bodoh!
kaki kiri, bukan kaki kanan..bodoh!
bodoh, ya kamu bodoh!

aku malas mengajakmu bicara lagi..

bagaimana aku bisa berbicara denganmu jika kamu hanya tau dengan benar atas dan bawah..
lalu untuk kiri dan kanan kemampuanmu nol besar..
dan kita tak pernah sepaham dalam hal ini...

bodoh..bodoh...!!

ya..kita tak pernah sepaham..
dan begitu menyebalkan aku selalu bertemu kamu..
sebenarnya aku tak mau..


-oh, sudah waktunya sarapan, aku terlalu banyak bicara di depan cermin-
-lalu siapa yang bodoh?-

Menggambar

sebuah garis pun kupercayai berawal dari satu titik statis..
lalu melaju dengan kecepatannya yang dinamis..

diambilnya tinta hitam lalu mulai ditorehkan..
digarisnya lurus, lalu dilengkungkan..

bertemu garis dan garis di atas kertas buramku..
beradu warna tak hiraukan waktu..

berpindah ke sisi kertas yang lain, digaris pula disana..
habis usai mewarna, kembali ke mula..

//meski berisi warna, garis yang hitam tetaplah hitam//

Kamu Pasti Tau Isinya

Sebuah monolog pendek tentang celana dalam

celana dalammu terlihat baru...

selalu terlihat baru?

atau memang selalu baru?

tempo hari aku lihat celana dalammu yang berwarna jambu..

warnanya cerah, baru ya?

hari berikutnya,

aku lihat kamu masih memakai yang sama..

ajaib juga celana dalammu,

tak ada kusam barang sedikit..

berhari-hari kau pakai, masih sama saja warnanya..


belakangan aku lihat berbeda..

celana dalammu berganti warna, baru ya?

kemana yang dulu?

apa sedang kau cuci?

atau malah kau buang?

hmm, nampaknya kau buang..

yang baru nampaknya tak cukup lama,

celana dalammu kembali berwarna jambu..

kamu coba kembali ke yang dulu,

ke celana dalam yang dulu kamu buang..

karena sudah tau isinya,

kamu terlihat menyedihkan..

Senin, 01 November 2010

#6

tidak pernah saya bosan menantikan gol dari klub yang saya cintai ke gawang lawan. karena bukan tentang peluang, kemampuan dan prosesnya adalah hasil dari kerja keras pemain kami. sedangkan gol yang biasa disebut orang lain kebetulan sebenarnya adalah hasil dari hasrat yang menggebu-gebu untuk menang. suara saya dan kawan satu kelompok hanyalah bagian kecil dari kemenangan yang selalu saya nantikan.

 

Apa yang kita tunggu dari pertandingan sepakbola? Tentu saja kemenangan. Bagai dua koin mata uang, kemenangan dan gol tidak dapat dipisahkan. Para pemain sepakbola tidak begitu saja mendapat nilai kontraknya, butuh sebuah pembuktian untuk mencapai itu dan pembuktian paling mudah adalah gol, maka tak heran jika pemain terbaik dunia kebanyakan datang dari posisi penyerang. Meskipun begitu, tidak melulu penyerang yang penting, pemain bertahan juga sama pentingnya dalam sebuah tim, karena ia bertugas menghalau datangnya bola dan terciptanya gol untuk tim.

Gol dan gol, itulah inti dari sepakbola. Dan saya menggarisbawahi satu hal tentang kemenangan dan kebanggaan yaitu sejarah. Seringkali suporter ditanya mengapa mereka bersikukuh mendukung tim yang bahkan seringkali sangat jarang menang. Jawaban paling sederhana untuk pertanyaan ini adalah sejarah. Bagi suporter tim langganan juara, tentu saja ada kebanggaan jika mampu mempertahankan gelar juara atau menyabet juara lagi setelah lepas satu atau dua musim. Bagi suporter yang timnya belum pernah juara atau malah sering kalah, tentu saja berambisi untuk menjadi bagian dari sejarah kejayaan klub. Sejarah, dan ini mutlak.

Seorang pemain yang sudah tua sekalipun masih dapat bertahan di sebuah klub karena sejarah yang diukirnya dulu, bahkan setelah pensiun ia masi saja dapat menjadi bagian dari tim entah itu pelatih atau manajer tim. Dan Sejarah ini tidak datang begitu saja. Sejarah lahir lewat perjuangan, lewat kerja keras dalam latihan setiap hari, lewat tetes keringat di lapangan, lewat kaki yang terus saja berlari. Dan semangat-semangat pantang menyerah ini yang membuat suporter bertahan untuk memberikan dukungannya.

Semua bicara tentang kerja keras, tidak ada kebetulan dalam sepakbola. Jika kamu melihat gol yang tidak sengaja tercipta di highlight sepakbola dunia, itu bukanlah sebuah kebetulan. Ketidaksengajaan mungkin benar, namun ada alasan dibalik itu semua, ada alasan mengapa seorang pemain melakukan aksinya di lapangan hingga tercipta gol yang menurut orang-orang tidak sengaja. Ada hasrat yang menggebu-gebu untuk menang, ada kemauan yang keras untuk mendapat bola dalam posisi yang pas untuk menendang, dan semua itu yang membuat kadang seorang pemain dinilai kebetulan dalam mendapat bola.

Kerja keras dan hasrat ini yang kami hargai. Maka tak heran kelompok suporter rela datang sore hari ke stadion klub mereka, menonton untuk menonton sesi latihan, karena gol yang tercipta di pertandingan adalah bayaran yang pas untuk kerja keras setiap hari.

Jumat, 22 Oktober 2010

#5

tidak mengapa saya berdiri berhujan-hujan. tidak mengapa saya berteriak sampai saya serak. tidak mengapa saya selalu berharap, dengan tatapan cemas tidak kunjung datang sebuah gol, dengan pandangan getir ketika lawan memasuki area pertahanan klub yang saya cintai. tidak mengapa banyak orang berpikir saya bodoh. tidak mengapa, karena saya punya alasan. klub yang saya cintailah di bawah semua itu.

 

Sepakbola telah menyihir saya. Saya pernah tidak bisa tidur karena sudah tidak sabar untuk hadir di pertandingan kandang, pun saya pernah tidak tidur karena klub yang saya cintai terancam degradasi ketika liga hanya menyisakan dua pertandingan terakhir. Saya rela berdiri sepanjang pertandingan, saya dengan tanpa paksaan bernyanyi, bahkan kadang melihat pertandingan pun tidak. Sepakbola membuat saya masih berdiri di kurva belakang gawang sementara hujan dengan deras turun.

Sepakbola bisa saja membuat saya terdiam beberapa detik ketika gawang klub yang saya cintai terancam kemasukan gol, setelahnya saya bisa saja berteriak kegirangan berlari tak tentu arah merayakan pemain kami mencetak gol untuk klub. Membuang uang untuk sebisa mungkin hadir di tiap pertandingan. Mempersiapkan banyak flare dan bom asap sebagai perayaan pertandingan, begitu pula dengan berpack-pack roll kertas yang dengan segera kami lempar ke lapangan.

Waktu, uang, dan tenaga menjadi pengorbanan besar kami. Banyak orang memandang kami menyia-nyiakan semua itu. Tapi kami masih saja tidak peduli, kami masih menjalani kehidupan yang sebelumnya kami jalani. Kami memang tidak dapat dimengerti, kami tak ingin dimengerti oleh yang bukan bagian dari kami. Kebanggaan kami, rasa cinta, ya ini rasa cinta kami.

#4

menjadi pendukung klub sepakbola bagi saya adalah perkara nyanyian keras dan lantang tentang kecintaan pada klub. saya kurang peduli pada perkara perkelahian antar kelompok.

 

Sepakbola bukanlah satu hal yang penuh kelembutan, ia tidak dapat dipisahkan dari kekerasan, dari keributan. Sepakbola adalah satu hal yang memiliki aroma khas perjuangan. Pertarungan untuk satu kemenangan. Sepakbola dan semua hal di dalamnya yang bersinggungan adalah bagian dari gambaran manusia yang kompleks, yang tidak berbatas dikotomi baik-buruk, benar-salah, kaya-miskin, dan dikotomi-dikotomi membosankan lainnya. Kompleksitas dan kumpulan manusia dalam wadah yang tidak berbatas ini tentunya menimbulkan banyak perselisihan, apapun sebabnya.

Ya, memang begitulah sepakbola. Para pemain bisa saja menjegal lawannya dengan keras, Suporter bisa saja berteriak dengan lantang. Kekerasan antar pendukung klub bisa saja terjadi, tentunya terjadi karena semangat rivalitas, karena memperjuangkan kemenangan klub. Adalah hal yang wajar jika suporter tim yang kalah marah dan mengamuk -entah pada siapa atau apa-. 

Kekerasan dalam sepakbola terjadi begitu saja, bukan kekerasan yang harus disengaja untuk terjadi. Kekerasan dalam sepakbola adalah resiko yang tidak dicari, melainkan dihadapi jika sesungguhnya terjadi. Lalu buat apa menyibukkan diri untuk mencari keributan? Hal terpenting  dalam menjadi suporter masih saja perkara berdiri dan nyanyian lantang, bukan untuk sengaja mencari pertarungan. Kemenangan kelompok suporter tidak berimbas pada klub yang didukungnya.

Kekerasan adalah hal yang harus dihadapi, bukan untuk dicari-cari dengan alasan siapa yang terhebat.

Minggu, 17 Oktober 2010

#3

pernah saya berpikir bagaimana bisa pergi untuk menonton pertandingan tandang besok. saat itu uang saya tinggal 1 lembar. saya lalu berhenti berpikir, makan dengan uang 1 lembar tersebut. besoknya saya hadir di pertandingan tandang tanpa uang.

 

Jauh hari sebelum pertandingan tandang kawan-kawan saya sudah memenuhi obrolan mereka baik di dunia nyata maupun di dunia maya dengan pembahasan rencana keberangkatan kelompok kami. Pikiran saya pun telah penuh dengan keinginan untuk berangkat. Sampai pada malam hari sebelum keberangkatan esok, uang di dompet saya tidak bertambah, hanya satu lembar uang untuk sekali makan. Yah, pikiran saya sudah mulai bergerak untuk merelakan pertandingan tandang esok hari. Tidak ambil pusing lagi, saya berangkat makan sebagai pengantar tidur, sekaligus bersiap mengantar keberangkatan kawan-kawan saya besok. 

Pagi hari, senior saya di kampus sekaligus senior saya dalam kelompok suporter ini membangunkan saya, bertanya apakah saya akan berangkat ke pertandingan tandang atau tidak. Dengan rasa malas saya terpaksa menjawab, "tidak". Saya tidak punya uang lagi dan memang seperti itu keadaannya. Spontan saja dia menjawab, "suporter bukan masalah kaya dan miskin, tapi kemauan dan ketidakmauan, ayo !" Dia segera mengambil jaket saya, jaket kelompok kami dan mengangkat saya untuk segera berangkat. Lima jam setelah itu, saya sudah berada di pertandingan kandang untuk bernyanyi mendukung klub. 

#2

saya suka berdiri untuk waktu yang lama. saya suka berteriak hingga suara saya serak. kelelahan bukan alasan saya untuk berhenti. saya menyukai cara-cara ini. saya suka berkumpul bersama kawan-kawan saya untuk bernyanyi lagu-lagu cinta. lagu cinta kami pada klub yang kami banggakan.

 

Ya, manusia berkumpul dan membentuk komunitas sebagai bentuk makhluk sosial. Pada kenyataanya manusia berkumpul karena kesamaan, entah kesamaan hobi, atau ideologi, atau kesamaan apapun. Dan dalam tataran saya, beginilah yang saya jalani sebagai seorang suporter. Kami memiliki kesamaan dalam hobi menonton pertandingan, kami memiliki kesamaan ideologi kami menjadi seorang ultra, kami memiliki kecintaan yang sama akan klub kami.

Sudah menjadi kesepakatan kami bersama untuk berdiri dan bernyanyi 2x45 menit. Berdiri sebagai penghormatan kami pada para pemain yang berlari di lapangan untuk sebuah kemenangan. Bernyanyi sebagai bentuk dukungan kami yang paling nyata terhadap klub selama klub kami bertanding. Tetapi tidak berhenti sampai di situ, perkara kecintaan pada klub tidak dapat dinyatakan dalam 2x45 menit selama pertandingan saja. Kami adalah suporter bola dan masih tetap menjadi itu pada keseharian kami. Maka tak heran kami berkumpul, orang awam menyebut kami membuang waktu. Kami berkumpul untuk bernyanyi bersama, menyanyikan lagu-lagu yang kami buat sebagai bentuk apresiasi rasa cinta kami untuk klub.

#1

saya bukan seorang penyuka kerusuhan, pun saya bukan pecinta damai. tapi saya suka bertarung, bertarung demi klub yang saya cintai, bertarung melawan rasa lelah saat berdiri dan bernyanyi - saat bertandang ke kota lain. saya suka berteriak, meneriakkan dukungan untuk klub kebanggaan. saya lakukan apa yang bisa saya lakukan untuk sebuah kehormatan dan harapan akan kejayaan.

 

Sampai hari ini saya masih heran dengan kata-kata "jangan anarkis, majukan sepakbola Indonesia." Banyak orang menyerukan kalimat itu, katanya demi kemajuan sepakbola. Saya masih menebak-nebak seperti apa jalan pikiran mereka yang meneriakkan itu. Apakah mereka tidak pernah menengok sepakbola luar negeri? Sudah banyak film baik dokumenter maupun semi-dokumenter yang mengangkat tema persepakbolaan. Dan hasilnya tidak pernah tentang kedamaian. Ada Hooligan, Ultras, Barrabravas, Rooligan, dan masih banyak lagi tipikal suporter sepakbola di dunia, dan dari semua itu, tidak pernah luput dari kasus kekerasan. Inggris dengan Hooligannya menjadi negara dengan klub-klub sepakbola besar, Italy dengan Ultrasnya mampu menjuarai piala dunia, negara-negara Eropa Utara dengan Rooligannya menjajaki panggung piala dunia, Barrabravas dan negara-negara Amerika Latin mampu mencetak pemain-pemain kelas dunia. Lalu adakah hubungan antara perdamaian suporter sepakbola dengan kemajuan sepakbola negeri? Saya rasa tidak ada, tidak ada relevansi antara keduanya.

Perdamaian ini berlanjut lagi di Indonesia dengan trend koalisi suporter. Suporter tamu yang datang ke kandang klub diberi nyanyian saudara, banyak kaos-kaos yang mengatasnamakan persaudaraan suporter bermunculan tercetak. lebih gila lagi, ada syal dengan sebelah warna. Sebelah warna klub kebanggaannya, sebelah lagi warna klub yang suporternya dianggap saudara. Atau mau lebih gila lagi, menggunakan kaos dengan warna klub saudaranya, datang ke stadion melihat laga klub yang dia sukai. Apakah persaudaraan membunuh kebanggaan?

 Menjadi suporter sepakbola adalah perkara berdiri dan bernyanyi mendukung klub yang dicintai berlaga, urusan persaudaraan dan sebagainya adalah urusan pribadi yang tidak layak dibawa ke wadah umum.

sebuah pendahuluan dari kata yang pendek

hei,

dalam dunia nyata saya biasa dipanggil Tonggos Darurat dan kali ini saya akan memakai nama KotakHitam untuk dunia saya yang baru.

Ambisi Otak Kosong adalah blog saya yang baru, isinya adalah tulisan pendek saya tentang sesuatu yang saya jalani secara nyata, beberapa isinya adalah kumpulan dari tulisan saya pada blog sebelumnya yang saya lupa passwordnya ketika saya penelitian di Kalimantan.

Silakan menikmati, mungkin bisa sambil minum kopi,
Cheers