Senin, 05 September 2011

Cerpeli #3 rumah kami milik kami, tubuhku miliknya

Suamiku belum pulang. Yah, bekerja seperti hari-hari biasa. Lepas maghrib dia baru singgah di rumah kami. Aku mandi setelah memasak tadi sore. Sop untuk mas har, suamiku 13 tahun. Dia selalu ingin makanan berkuah selepas pulang kerja. Aku berdandan, untuk suamiku yang kucinta. Secantik mungkin. Setelah ini aku memasak air panas untuk menyeduh kopi mas har. Hari ini hari kamis, aku tidak begitu sibuk. Berbeda dengan hari sabtu, mas har akan mengajak kawan-kawannya dinner di rumah kami. Hari-hariku siang hari penuh hiburan, mas har selalu membelikanku perabotan terbaik untuk rumah kami, untukku. Siang hari aku selalu menonton film. Film-film yang terbaik yang dibuat oleh manusia di luar rumahku. Ya memang aku suka menonton film. Semua jenis, semua genre. Dalam negri maupun asing. Hobi yang asyik. hobi yang dipilihkan mas har untukku. untuk mengisi waktu senggangku menunggu ia pulang. selain menonton film, aku juga suka menunggu telpon dari kawan-kawan lamaku. kawan sebelum aku mulai memutuskan berkeluarga. kata mas har, cukup beberapa kawan saja yang aku kenal, yang menurutnya tidak membawaku ke kehidupan yang buruk. biasanya ada kawanku yang datang untuk ikut menonton film di rumah kami, ia membawa makanan-makanan kecil dan kami menghabiskan waktu. menjelang sore kawanku akan pulang dan aku mulai memasak untuk mas har, masakan berkuah, lalu mandi, lalu merebus air. seperti hari ini. aku tidak pernah keluar rumah, kata mas har tidak baik jika aku pergi tanpa pengawasannya. banyak orang jahat di luar sana. ting tong! itu mas har datang. aku membukakan pintu untuknya. ia mengecup pipiku seperti yang 13 tahun ia lakukan. "gimana kerjanya mas? lancar? anak buahmu membandel?" aku menanyakan kabarnya di kantor setelah 11 jam kami berpisah. "siapkan saja makananku, aku lapar." singkat jawabnya dan aku memburu menyiapkan makanannya, berlari kecil ke dapur. ia sudah duduk di meja makan waktu sop selesai kutaruh di tepat di tengah meja, kopi panas kusiapkan dan kutaruh di dekat tangan kirinya. mas har sudah mulai makan. aku menarik kursiku, duduk di sebelahnya dan ikut makan. tak lama ia lalu meneguk kopinya. menaruhnya di meja makan lagi dan mulai mandi. sementara itu aku membersihkan sisa aktivitas makan kami. ia masih berhanduk ketika memegang pundakku dari belakang ketika aku mencuci piring. mengendus rambutku dan menarikku ke kamar kami. pakaianku lepas satu per satu, ia juga. lalu kami bercinta dengan kemesraan seadanya yang nikmatnya sudah kurasakan 13 tahun lalu. hanya 2 gaya saja, missionaris lalu gaya anjing lalu missionaris lagi. aku sudah hafal urutannya di 3 bulan pertama pernikahan kami. keringat mas har menetes di tengah kami bercinta, seperti ia bekerja 2 kali dalam sehari ini. rampung kami bercinta, aku merebah istirahat. mas har sedikit terpejam. bernafas melambat dan memakai lagi pakaiannya. aku lalu memakai pakaianku saat mas har menuju ruang kerjanya merampungkan tugas lembur harian yang ia bawa ke rumah. satu-satunya kesempatanku berbohong dalam satu hari adalah saat ini. saat mas har mengira aku telah tertidur waktu ia melanjutkan kerjanya. aku tidak tertidur, aku bekerja seperti layaknya mas har setelah kami bercinta. menuliskan surat-surat untuk diriku sendiri. surat-surat yang isinya sama setiap hari. tentang kesibukanku yang semuanya dipilihkan mas har untukku. pilihan terbaik darinya. aku jenuh tapi tak punya pilihan, aku bosan tapi tak bisa mengeluh. kecuali pada surat-surat untukku sendiri. surat-surat yang kutulis untuk mengingatkanku bahwa aku dipaksa menyerah. dipaksa tidak punya arah. surat-surat yang menceritakan pada diriku sendiri, aku terikat tanggung jawab untuk menjadi istri yang baik bagi mas har. suamiku tercinta. barisan kata ini kusimpan di bawah bantalku, sampai nanti mas har menyusulku yang pura-pura tidur dan paginya kupindah di laci meja riasku. entah siapa yang nantinya akan pergi dahulu. jika lebih dulu mas har yang meninggal dunia, aku akan membakar surat-surat ini dan memulai membuka toko alat tulis, cita-cita lamaku. jika aku yang pergi dulu, biar surat-surat menjadi memoarku bahwa sejak "awal" telah berakhir, aku tidak pernah lagi bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar